Friday, May 21, 2010

Marlboro lights menthol, sirup markisa, cold play, dan nocturn
Hidupku sedang sebatas mereka saja malam ini.



Kenapa kadang aku melihat hidup begitu serius? Atau bahkan kadang melihatnya begitu abal – abal dan tanpa makna. Aku menamakannya ‘beginilah hidup’. Haha..kata – kata sampah dan klise yang sering sekali aku dengar. Beginilah hidup. Yang saat ini begitu datar. Walaupun selalu tidak pernah lepas dari kerikil – kerikil kecil pengganggu hati dan kepala. Atau titikan – titikan cahaya penyulut asa.



Saat memikirkan makna, aku sendiri masih bertanya, apa hidupku sudah cukup berguna? Setidaknya untuk orang – orang di sekitarku, untuk manusia – manusia yang mencintai dan kucinta. Terlepas dari tak pernah sedikitpun merasa bahwa aku orang tidak berguna, tapi sejujurnya mungkin hidupku memang tidak terlalu berguna.



Tidak ada hal besar yang pernah aku lakukan untuk mereka. Bahkan untuk diriku sendiri. Aku biasa – biasa saja. Melakukan apapun sesuai porsinya. Damn! Jadi merasa ditelan mentah – mentah oleh ketidak bersemangatan.



Aku butuh tempat baru. Butuh hal baru. Butuh orang – orang baru untuk mengubah makna hidupku. Otoritas batinku lenyap. Karena dulu aku terbiasa ‘aku yang membuat duniaku’, dan bukan dunia yang membuatku.



Hidup ini dataaar sekali. Seperti hatiku datar memaknai hari.

Perempuan itu (sungguh benar – benar) makhluk verbal!


Beberapa waktu lalu, saat membaca sebuah tulisan ‘wanita adalah makhluk verbal’, aku merasa ‘gila, ini bener banget!!’. Mungkin karena aku wanita. Sungguh, tidak ada satupun yang bisa didustakan dari tulisan itu. Dan ketika sore tadi, ada seorang sahabat lelakiku bergumam tentang wanita makhluk verbal setelah membaca sms dari pacarnya, aku tambah merasa bahwa hal itu adalah sebuah kebenaran yang paling benar. Sungguh!


Aku sungguh merupakan salah satu dari makhluk itu. Makhluk yang gila kata – kata. Apalagi kalau sudah tentang cinta dan pasangan. Sisi maskulin dari diriku kadang menertawakan hal ini. Bagaimana bisa perempuan yang hingar bingar seperti ini mabuk kata – kata. Bagaimana mungkin perempuan bermulut asal bacot ini begitu mencandui kata – kata cinta dan sayang dari lelaki.


Arghh..memang mungkin benar, perempuan tidak bisa hidup tanpa cinta. Atau tanpa uang. Tapi hal yang paling tepat adalah perempuan tidak bisa hidup tanpa kata – kata.

Perempuan memang ketagihan kata – kata. Aku berani bersumpah. Saat sedang jatuh cinta, tidak henti – hentinya mereka berucap cinta dan sayang, yang tentu saja harus dibalas dengan ucapan serupa dari laki - laki, yang jumlahnya harus sesuai atau bahkan lebih banyak dari yang sudah mereka keluarkan dari mulut – mulut mereka.


Lihat saja saat perempuan dan laki – laki ribut dalam hubungan mereka, akan banyak sekali kata yang keluar dari mulut si perempuan. Dan tentu saja kadang membuat si lelaki kehabisan kata – kata lagi. Merasa tersudut, merasa terhakimi, dan campur aduk lainnya. Demi tidak memperuncing masalah, sang lelaki kadang memilih diam, atau sesedikit mungkin berkata – kata. Takut salah. Atau malas menanggapi. Atau bingung harus bicara apalagi. Parahnya, hal ini bukannya meredam suasana, si perempuan malah semakin ngamuk karena menganggap si lelaki tidak peduli. Atau entah apa namanya (tanya saja pada lelaki – lelaki)


Perempuan memang tukang muntah kata – kata. Dan kecanduan dimuntahi kata – kata. Mereka tidak pernah lelah – lelahnya mengumbar kata – kata cinta. Buat apa? Tentu saja untuk mendapatkan balasan muntahan kata – kata cinta dari lelaki. Argh, dasar perempuan!


Aku perempuan. Yang kadang lumayan malu dan risih juga menjadi makhluk verbal seperti ini. Yang puas saat bisa sebanyak – banyaknya memanggil ‘sayang’ atau ‘cinta’ pada lelaki yang dicintai, dan ngambek saat dia tidak balik memanggil dengan sebutan – sebutan itu. Yang nggak capek – capeknya bilang ‘aku sayang kamu’ dan membuat lelaki risih dihujani pertanyaan ‘kamu sayang aku gak?’ atau ‘kamu cinta aku gak?’, dan kebakaran jenggot saat si lelaki bosan bilang ‘iya sayang, aku cinta kamu’. Padahal dalam hati tahu kalau tanpa menjawabpun dia mencintaiku.


Ah...dasar perempuan!